Bagaimana Gen Z Mendefinisikan Ulang Media Sosial dan Budaya Influencer

Pada era digital saat ini, generasi Z (Gen Z), yang meliputi individu yang lahir antara 1997 hingga 2012, memegang peranan penting dalam mendefinisikan ulang media sosial dan budaya influencer. Dengan kemajuan teknologi yang pesat, generasi ini tidak hanya sebagai konsumen konten, tetapi juga sebagai pencipta, pengubah, dan pengarah tren yang berlangsung dalam platform sosial. Artikel ini akan menggali bagaimana Gen Z berperan dalam perubahan besar ini, serta dampak yang ditimbulkan terhadap berbagai sektor dalam masyarakat

Media sosial, yang dulunya lebih terfokus pada berbagi foto atau status singkat, telah berevolusi menjadi platform multifungsi yang mencakup video, live streaming, dan komunitas berbasis minat yang lebih personal. Gen Z dikenal lebih selektif dalam memilih platform sosial yang mereka gunakan. Mereka tidak lagi terikat pada platform lama seperti Facebook yang lebih mendominasi generasi sebelumnya. Sebaliknya, mereka beralih ke platform seperti Instagram, TikTok, dan Snapchat, yang lebih visual dan cepat, sesuai dengan kecenderungan mereka yang menyukai pengalaman multimedia yang lebih Impresif.

Kebiasaan penggunaan media sosial oleh Gen Z sangat berbeda dengan generasi sebelumnya. Mereka lebih cenderung menggunakan media sosial sebagai sarana untuk mengekspresikan diri, berbagi pengalaman pribadi, dan berinteraksi dengan komunitas berdasarkan minat bersama. Menurut penelitian oleh Prensky (2001), generasi ini cenderung memiliki hubungan yang lebih intim dan langsung dengan teknologi, menjadikan mereka penggerak utama dalam digitalisasi budaya populer. Melalui aplikasi seperti TikTok, Gen Z menciptakan tren baru dalam berbagi konten video singkat yang kreatif, yang pada gilirannya menarik perhatian banyak pengguna dari berbagai usia.

Lebih dari sekadar alat komunikasi, media sosial telah menjadi ruang di mana Gen Z dapat mengekspresikan identitas diri mereka. Dalam konteks ini, platform-platform seperti TikTok atau Instagram memungkinkan mereka untuk mengatur citra diri, menunjukkan kreativitas, serta berpartisipasi dalam gerakan sosial dan budaya yang lebih besar.

Budaya influencer di Indonesia, sebagaimana di banyak negara lainnya, dipengaruhi besar oleh kehadiran Gen Z. Influencer tidak lagi hanya selebriti atau figur publik dengan pengaruh besar, melainkan siapa pun yang memiliki audients yang terhubung dengan mereka di dunia maya. Gen Z menjadi salah satu pemicu utama perkembangan influencer marketing di platform media sosial. Mereka lebih memilih berinteraksi dengan influencer yang mereka anggap autentik, sesuai dengan nilai dan minat mereka. Hal ini mempengaruhi cara brand berkomunikasi dengan konsumen mereka, karena Gen Z cenderung memilih influencer yang lebih nyata dan dapat dipercaya dibandingkan dengan mereka yang terlihat terlalu komersial.

Sebagai contoh, di Indonesia, influencer seperti Rachel Goddard dan Reza Arap telah menjadi figur yang sangat berpengaruh, bukan hanya karena jumlah pengikut mereka yang besar, tetapi karena mereka menyajikan konten yang lebih mendalam dan autentik. Gen Z cenderung mendukung influencer yang terlibat dalam percakapan sosial dan yang mampu menunjukkan sisi manusiawi mereka dalam setiap konten yang mereka buat. Hal ini menunjukkan perubahan besar dalam cara komunikasi dan pemasaran yang lebih menekankan pada transparansi dan keaslian.

Menurut sebuah studi oleh Katz dan Learfield (1955), influencer modern berfungsi sebagai “opinion leaders” yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi opini dan perilaku masyarakat. Namun, berbeda dengan model tradisional, Gen Z menuntut keaslian dan keterbukaan yang lebih besar dari para influencer ini.

Generasi Z juga memiliki pandangan yang lebih kritis terhadap etika media sosial dan tanggung jawab sosial. Mereka lebih sadar akan isu-isu seperti privasi data, keberagaman, serta dampak psikologis yang ditimbulkan oleh penggunaan media sosial yang berlebihan. Ini tercermin dalam meningkatnya jumlah gerakan yang menyerukan transparansi dan kesadaran akan pentingnya kesehatan mental dalam ekosistem digital.

Di Indonesia, peran Gen Z dalam gerakan sosial digital semakin terasa, terutama dalam kampanye-kampanye yang mengedepankan kesetaraan gender, perubahan iklim, dan keadilan sosial. Misalnya, gerakan “Kita Satu” yang diluncurkan oleh para influencer muda di Indonesia pada tahun 2022 untuk memperjuangkan keberagaman dan inklusifitas mendapat perhatian luas. Gen Z tidak hanya menggunakan media sosial sebagai alat untuk hiburan, tetapi juga sebagai alat untuk mengubah narasi sosial dan mengedukasi masyarakat.

Namun, meskipun Gen Z berperan aktif dalam perubahan ini, ada tantangan yang perlu diperhatikan. Banyak yang mengkhawatirkan dampak negatif dari ketergantungan pada media sosial, terutama terkait dengan kecemasan sosial, body image issues, dan penyebaran informasi yang tidak benar. Di Indonesia, munculnya influencer yang menyebarkan konten yang tidak akurat atau bahkan memanipulasi informasi, dapat merugikan banyak orang, terutama kalangan muda yang lebih rentan.

Sebagai contoh, fenomena di mana influencer merekomendasikan produk kecantikan atau obat-obatan tanpa dasar ilmiah yang kuat dapat merugikan kesehatan banyak orang. Oleh karena itu, penting bagi Gen Z untuk lebih berhati-hati dalam memilih sumber informasi dan memastikan bahwa mereka juga berperan dalam menciptakan ruang media sosial yang lebih aman dan lebih bertanggung jawa

Secara keseluruhan, Gen Z telah membawa perubahan besar dalam cara kita memahami media sosial dan budaya influencer. Mereka tidak hanya mengkonsumsi konten, tetapi juga menciptakan, mengubah, dan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan digital. Peran mereka dalam menentukan tren, menentang norma sosial, dan memperkenalkan konsep keaslian menjadi semakin penting. Untuk itu, penting bagi kita untuk lebih memahami dinamika ini dan memanfaatkannya secara positif, sekaligus mengatasi tantangan yang muncul.

 

Bagikan: